•••NARIYA TIPS, Artikel •••
PEGERTIAN DAN DASAR HUKUM IJARAH
A. Pengertian Akad Ijarah
Menurut etimologi, ijarah adalah bai’ul manfaati (menjual manfaat). Sedangkan terminologi syara’ terdapat perbedaan definisi dari beberapa ulama fiqih.
1. Menurut ulama hanafiah, ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.
2. Menurut ulama Asy-Syafiiyah adalah akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
3. Menurut ulama Malikiyah, ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.
Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk di ambil airnya, dan lain-lain, karena semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.
Menurut Sayyid Sabiq dalam fikih sunah, al Ijarah berasal dari kata al Ajru yang berarti al ‘Iwadlu (ganti/kompensasi). Ijarah dapat didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Jadi Ijarah dimaksudkan untuk mengambil manfaat atas suatu barang atau jasa (mempekerjakan seseorang) dengan jalan penggantian (membayar sewa atau upah sejumlah tertentu).
Aset yang disewakan (objek ijarah) dapat berupa rumah, mobil, peralatan dan lain sebagainya, karena yang ditransfer adalah manfaat dari suatu aset, sehingga segala sesuatu yang dapat ditransfer manfaatnya dapat mejadi objek ijarah. Dengan demikian, barang yang dapat habis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti memilikinya. Bentuk lain dari objek ijarah adalah manfaat dari suatu jasa yang berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang.
Penyewa merupakan pihak yang menggunakan/mengambil manfaat atas aset sehingga penyewa berkewajiban membayar sewa dan menggunakan aset sesuai dengan kesepakatan (jika ada), tidak bertentangan dengan syariah dan merawat atau menjaga keutuhan aset tersebut. Apabila kerusakan aset terjadi karena kelalaian penyewa maka ia berkewajiban menggantinya atau memperbaikinya. Selama masa perbaikan, masa sewa tidak bertambah. Pemberi sewa dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian (ED PSAK 107).
Dalam kontrak, tidak boleh dipersyaratkan biaya pemeliharaan akan ditanggung penyewa karena hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar). Hanya biaya pemeliharaan rutin dan tidak material yang dapat ditanggung penyewa, seperti ganti busi pada mobil yang disewa.
B. Dasar Hukum Ijarah
1. Al-Quran
Jumhur ulama berpendapat bahwa dasar hukum atau landasan hukum Ijarah adalah al-Quran, hadist, dan ijma’.
a. Al-Quran
Dasar hukum dari al-quran adalah surat at-Thalaq ayat 6, dan al-Qashash ayat 26.
1. Surat at-Thalaq ayat 6
....Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah kepada mereka upahnya.
2. Surat al-Qashash ayat 26
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkata ia (Nabi Syuaib); Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari dua orang anakku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka hal itu adalah kebajikan darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan kamu, dan insya Allah kamu akan mendapatkan aku termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang baik”
3. Surat Al-Zukhruf ayat 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan di dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
b. Hadist
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering.” ( HR. Ibnu Majah dari Ibn Umar) “ Barang siapa yang meminta untuk menjadi buruh, beri tahukanlah upahnya.” ( HR. Abd Rozaq dari Abu Hurairah)
c. Ijma’
Adapun dasar hukum ijarah dari ijma’ ialah bahwa semua ulama’ telah sepakat terhadap keberadaan praktek ijarah. Meskipun mereka mengalami perbedaan dalam tataran teknisnya. Adapun beberapa istilah dan sebutan yang berkaitan dengan ijarah, yaitu mu’jir, musta’jir, ma’jur, dan ajr atau ujrah. Mu’jir ialah pemilik benda yang menerima uang (sewa) atas suatu manfaat. Musta’jir ialah orang yang memberikan uang atau pihak yang menyewa. Ma’jur ialah pekerjaan yang diakatkan manfaatnya. Sedangkan ajr atau ujrah ialah uang (sewa) yang diterima sebagai imbalan atas manfaat yang diberikan.
C. Rukun dan Syarat Ijarah
a). Rukun
Menurut ulama hanafiyah bahwa rukun ijarah meliputi ijab dan qabul. Dengan hal tersebut, akad ijarah dianggap sah. Sedangkan menurut jumhur ulama rukun ijarah terdiri dari:
1. Pelaku yang terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa/lessor/mu’jjir dan penyewa/pengguna jasa/lesse/musta’jir.
2. Objek akad ijarah berupa: manfaat aset/ma’jur dan pembayan sewa; atau manfaat jasa dan pembayaran upah.
3. Ijab kabul/serah terima.
b). Syarat Ijarah
• Pelaku harus cakap hukum dan baliq.
• Objek akad ijarah
a) Manfaat aset atau jasa sebagai berikut:
1) Harus dapat dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak, misalnya sewa komputer.
2) Dibolehkan secara syariah (tidak diharamkan). Akad ijarah atas objek sewa yang melanggar perintah Allah tidak sah. Contohnya menyewakan rumah untuk main judi.
3) Dapat dialihkan secara syariah. Contoh manfaat yang tidak dapat dialihkan secara syariah: shalat, puasa, makanan, minuman, dan lain-lain.
4) Harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan ketidaktahuan yang dapat menimbulkan sengketa. Misalnya kondisi mobil yang disewa.
5) Jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas.
b) Sewa dan Upah
1) Harus jelas besarnya dan diketahui oleh para pihak yang berakad.
2) Boleh dibayarkan dalam bentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang serupa dengan objek akad. 3) Bersifat fleksibel, dalam arti dapat berbeda untuk ukuran waktu, tempat, jarak dan lainnya.
c) Ketentuan Syariah untuk Ijarah Muntahiya bit Tamlik
1) Pihak yang melakukan harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Jual beli atau pemberian dapat dilakukan setelah akad ijarah sudah berakhir.
2) Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’ad, yang hukumnya tidak mengikat.
• Ijab kabul
Peryataan dan ekspresi saling rela diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
• Sifat Akad Ijarah
Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam berakad ijarah:
1) Para pihak yang menyelenggarakan akad tidak boleh ada unsur penipuan.
2) Harus berbuat atas kemauan sendiri.
3) Sesuatu yang di akadkan haruslah sesuatu yang sesuai dengan realitas, bukan sesuatu yang tidak berwujud.
4) Manfaat dari sesuatu yang menjadi objek transaksi ijarah harus berupa sesuatu yang mubah, bukan sesuatu yang haram.
5) Pemberian upah atau imbalan dalam ijarah haruslah berupa sesuatu yang bernilai, baik berupa uang ataupun jasa.
D. Macam-macam Ijarah
• Berdasarkan objek yang disewakan
1. Manfaat atas aset yang tidak bergerak seperti rumah atau aset bergerak seperti mobil, motor, pakaian dan sebagainya.
2. Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang.
• Berdasarkan PSAK 107
Berdasarkan PSAK 107, ijarah dapat dibagi menjadi 3, namun yang telah dikenal secara luas adalah jenis ijarah yang disebutkan pertama, yaitu :
1. Ijarah merupakan sewa menyewa objek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
2. Ijarah Muttahiya Bin Tamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan aset yang diijarahkan pada saat tertentu.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui :
a. Hibah,
b. Penjualan,
c. Penjualan secara bertahap sesuai dengan wa’ad (janji) pemberi sewa.
3. Jual-dan-ijarah adalah transaksi menjual objek ijarah kepada pihak lain, kemudian menyewa kembali objek ijarah tersebut yang telah dijual tersebut. Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar dan penjual akan mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi.
4. Ijarah-Lanjut adalah menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik. Jika suatu entitas menyewa objek ijarah untuk disea-lanjutkan, maka entitas mengakui sebagai beban ijarah (sewa tangguhan) untuk pembayaran ijarah jangka panjang dan sebagai beban ijarah umtuk sewa jangka pendek.
• Bedasarkan uraian tentang definisi dan syarat ijarah, ijarah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian.
1. Ijarah ‘ala al-manafi, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat. Seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju untuk dipakai, dan lain-lain.
2. Ijarah ‘ala al’amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasaatau pekerjaan. Seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini terkait erat dengan masalah upah mengupah.
• Akad Ijarah itu sendiri dalam skema pembiayaan syariah
1. Ijarah Murni (Sewa Menyewa murni).
Dalam Ijarah murni, yang berlaku adalah perjanjian sewa menyewa biasa. Dimana pihak tetap memiliki kedudukan sebagaimana awal perjanjian, yaitu antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa barang. Setelah masa sewa berakhir, para pihak kembali pada kedudukannya masing-masing. Dalam konsep Ijarah murni tersebut, yang di sewakan tidak hanya berupa manfaat atas suatu barang saja, melainkan juga manfaat atas suatu jasa tertentu. Misalnya: jasa borongan pembangunan gedung bertingkat, jasa borongan penjahitan dan lain sebagainya. Jadi, titik beratnya adalah pada jasa pemborongan suatu pekerjaan, yang konsepnya sangat berbeda dengan jasa perburuhan. Karena dalam jasa perburuhan, yang terjadi adalah hubungan kerja antara majikan dengan pekerjanya. sedangkan dalam skema ijarah atas suatu pekerjaan tertentu, yang di borongkan adalah hasil dari pekerjaan tersebut. Oleh karena itu, tidak ada hubungan hukum dalam bentuk majikan dengan pekerja sebagaimana halnya dalam jasa perburuhan.
2. Al-ijarah wal iqtina atau Mutahiyah bi Tamlik (IMBT)
Sewa menyewa dengan hak opsi pada akhir masa sewa, untuk membeli barang yang disewakan. Dalam sewa menyewa tersebut, uang pembayaran sewanya sudah termasuk cicilan atas harga pokok barang. Pihak yang menyewakan (dalam hal ini Bank misalnya) berjanji (wa’ad) kepada penyewa untuk memindahkan kepemilikan objek setelah masa sewa berakhir. Janji tersebut harus dinyatakan dalam akad IMBT tersebut. Jadi, kedudukan multifinance dan customer akan berubah pada akhir masa sewa. Pihak multifinance yang semula adalah pemilik barang selaku pihak yang menyewakan, akan berubah menjadi penjual pada akhir masa sewa. Demikian puluh customer, yang tadinya bertindak selaku penyewa, akan berubah menjadi pembeli pada akhir masa sewa.
Dalam praktik perbankan syariah, skema IMBT ini dapat digunakan untuk pembelian rumah dengan menggunakan system KPR, dimana barang yang di IMBT kan tersebut secara prinsip sudah merupakan milik nasabah yang bersangkutan.
E. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
1. Periose akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan beberapa alasan.
2. Periode akad belum selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan akad ijarah.
3. Terjadi kerusakan aset.
4. Penyewa tidak dapat membayar sewa.
5. Salah satu pihak meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad karena memberatkannya. Kalau ahli waris merasa tidak masalah maka akad tetap berlangsung. Kecuali akadnya adalah upah menyusui maka bila sang bayi atau yang menyusui meninggal maka akadnya menjadi batal.
• Tanggung jawab kerusakan
Apabila seorang menyewa sesuatu barang/benda untuk dimanfaatkan,seperti rumah atau mobil,maka tanggung jawab penyewa terhadap obyek sewa bersifat amanah,yaitu dia tidak dituntut tanggungjawab atas kerusakan barang yang berada dalam kuasanya kecuali kerusakan tersebut terjadi atas kecerobohan dalam menjaganya.apabila ia menggunakan obyek akad ijarah tersebut sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati dalam akad dan tidak bertentangan dengan kebiasaan dalam penggunaannya maka tanggung jawab tetappada pemilik barang sewaan.
Demikian juga pada ijarah terhadap jasa manusia, khususnya yang bersifat khusus(al-khas), para ulama fiqih sepakat bahwa apabila obyek yang dikerjakan rusak ditangannya,bukan karena kelalaian atau kesengajaannya, maka menurut kesepakatan pakar fiqih,ia wajib membayar ganti rugi. Sedangkan ijarah yang berupa pekerjaan atau jasa manusia yang bersifat umum (musytarik), maka apabila pekerjaan yang dilakukan menimbulkan kerugian para ulama sepakat bahwa pekerja harus bertanggung jawab bila kerugian tersebut timbul dari kecerobohan dan kelalaiannya.
F. Perbedaan Ijarah dengan Leasing
No. | Keterangan | Ijarah | Leasing |
---|---|---|---|
1. | Objek | Manfaat barang dan jasa | Manfaat barang saja |
2. | Metode Pembayaran | Tergantung ata tidak tergantung pada kondisi barang /jasa yang disewa | Tidak tergantung pada kondisi barang yang disewa |
3. | Perpindahan kepemilikan | a. Ijarah tidak ada peroindahan kepemilikan b. IMBT janji untuk menjual/menghibahkan diawal akad |
a. Sewa Guna Operasi: Tidak ada transfer kepemilikan. b. Sewa Guna dengan Opsi: memiliki opsi membeli atau tidak membeli diakhir masa sewa. |
4. | Jenis Leasing Lainnya | a. Lease Purchase Tidak dibolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli. b. Sale and Lease Back Dibolehkan |
Tidak tergantung pada kondisi barang yang disewa |
_______________________________________________________
REFERENSI :
• Muhamad Nadratuzzaman, Produk Keuangan Islam di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: Gramedia, 2013
• Qomarul Huda. Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Sukses Offset. 2011
• Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung:Pustaka Setia, 2001
• Sri Nurhayati, Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 2014
Download Artikel, PDF File
REFERENSI :
• Muhamad Nadratuzzaman, Produk Keuangan Islam di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: Gramedia, 2013
• Qomarul Huda. Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Sukses Offset. 2011
• Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung:Pustaka Setia, 2001
• Sri Nurhayati, Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 2014
Download Artikel, PDF File